This Area Everything About Art

Rabu, 19 Jun 2013

Feminisme

Sejarah feminisme

Lahirnya gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan  terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki  perkembangan yang sangat pesat. Diawali dengan kelahiran era pencerahan yang  terjadi di Eropa dimana Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condoracet  sebagai pelopornya. Menjelang abad 19 gerakan feminisme ini lahir di negaranegara penjajahan Eropa dan memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood.


A. Gelombang Pertama

Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier pada tahun 1837. Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul the subjection of women (1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama.

Memang gerakan ini sangat diperlukan pada saat itu (abad 18) karena banyak terjadi pemasungan dan pengekangan akan hak-hak perempuan. Selain itu, sejarah dunia juga menunjukkan bahwa secara  universal perempuan atau feminine merasa dirugikan dalam semua bidang 7 dan dinomorduakan oleh kaum laki-laki atau maskulin terutama dalam masyarakat patriaki. Dalam bidang-bidang sosial, pekerjaan, pendidikan dan politik, hak-hak kaum perempuan biasanya lebih inferior ketimbang apa yang dinikmati oleh laki-laki, apalagi masyarakat tradisional yang  berorientasi Agraris cenderung menempatkan kaum laki-laki didepan, di luar rumah dan kaum perempuan di rumah. 

Situasi ini mulai mengalami perubahan ketika datangnya era Liberalisme di Eropa dan tejadinya Revolusi Perancis di abad ke-18 dimana perempuan sudah mulai berani  menempatkan diri mereka seperti laki-laki yang sering berada di luar rumah . Maka, dari latar belakang demikian, di Eropa berkembang gerakan  untuk menaikkan darjat kaum perempuan tetapi gaungnya kurang keras, baru setelah di Amerika Serikat terjadi revolusi sosial dan Politik, perhatian terhadap hak-hak kaum perempuan mulai mencuat. 

Tahun 1792  Mary Wolllstonecraft membuat karya tulis berjudul Vindication of the 8 right of Woman yang isinya dapat dikatakan meletakan dasar prinsipprinsip feminisme dikemudian hari. Pada tahun-tahun 1830-1840 sejalan terhadap pemberantasan praktek perbudakan, hak hak kaum perempuan mulai diperhatikan, jam kerja dan gaji kaum ini mulai diperbaiki dan mereka memberi kesempatan ikut dalam pendidikan dan diberi hak pilih, sesuatu yang selama ini dinikmati oleh kaum laki-laki.

Secara umum pada gelombang pertama dan kedua hal-hal berikut  ini yang menjadi momentum perjuangannya adalah gender inequality, hakhak perempuan, hak reproduksi, hak berpolitik, peran gender, identitas gender dan seksualita. 


B. Gelombang Kedua

Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan 

lahirnya Negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan negara-negara 

Eropa maka lahirlah gerakan Feminisme gelombang kedua pada tahun 

1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan diikutsertakannya 

kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen. 

Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih 

dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan.

Feminisme liberal gelombang kedua dipelopori oleh para feminis 

Perancis seperti Helene Cixous (seorang yahudi kelahiran Algeria yang 

kemudian menetap di Perancis) dan Julia Kristeva (seorang Bulgaria yang 

kemudian menetap di Perancis) bersamaan dengan kelahiran 

dekontruksionis, Derrida. Dalam the laugh of the Medusa, Cixous 9

mengkritik logosentrisme yang banyak didominasi oleh nilai-nilai

maskulin. Sebagai bukan white-Anglo-American Feminist, dia menolak 

essensialisme yang sedang marak di Amerika pada waktu itu. Julia 

Kristeva memiliki pengaruh kuat dalam wacana pos-strukturalis yang 

sangat dipengaruhi oleh Foucault dan Derrida.

Secara lebih spesifik banyak feminis- individualis kulit putih dan 

meskipun tidak semua, mengarahkan obyek penelitiannya pada 

perempuan-perempuan dunia ketiga, meliputi negara-negara Afrika, Asia 

dan Amerika Selatan. Dalam berbagai penelitian tersebut, telah terjadi

proses universalisme perempuan sebelum memasuki konteks relasi 

sosialis, agama, ras dan budaya.

Banyak kasus menempatkan perempuan dunia ketiga dalam 

konteks “all women”dimana semua perempuan adalah sama. Dalam 

beberapa karya sastra novelis perempuan kulit putih yang ikut dalam 

perjuangan feminisme yang masih terdapat lubang hitam, yaitu tidak 

adanya representasi perempuan perempuan budak dari tanah jajahan 

sebagai subyek. Penggambaran pejuang feminisme adalah masih 

mempertahankan posisi budak sebagai pengasuh bayi dan budak pembantu 

di rumah-rumah kulit putih.

Perempuan dunia ketiga tenggelam sebagai penderita yang sama 

sekali tidak memiliki politik agensi selama sebelum dan sesudah perang 

dunia kedua. Pejuang tanah Eropa yang lebih mementingkan kemerdekaan 

bagi laki-laki daripada perempuan. Terbukti kebangkitan semua negara-10

negara terjajah dipimpin oleh elit nasionalis dari kalangan pendidikan, 

politik, dan militer yang kesemuanya adalah laki-laki. Pada era itu 

kelahiran feminisme gelombang kedua mengalamai puncaknya. Tetapi 

perempuan dunia ketiga masih dalam kelompok yang bisu.

Dengan keberhasilan gelombang kedua ini, perempuan dunia 

pertama melihat bahwa mereka perlu menyelamatkan perempuanperempuan yang teropresi di dunia ketiga, dengan asumsi bahwa semua 

perempuan adalah sama. 

2.1.2 Pengertian Feminisme

Seiring dengan pergerakannya untuk memperjuangkan emansipasi wanita, 

dan menghapuskan gender, feminisme bisa dikatakan sebagai sebuah ideology 

yang berusaha melakukan pembongkaran system patriarki, mencari akar atau 

penyebab ketertindasan perempuan serta mencari pembebasannya. Dengan kata 

lain feminisme adalah teori untuk pembebasan wanita. Seperti yang pernyataan 

berikut ini;

Secara etimologis feminis berasal dari kata femme (woman, berarti 

perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum 

perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu 

dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, 

sebagai hakikat alamiah, masculine dan feminine (sebagai aspek perbedaan 

psikologis cultural). Dengan kalimat lain, male-female mengacu pada seks, 

sedangkan masculine-feminine mengacu pada jenis kelamin atau gender, 

sebagai he dan she (shelden, 1986), jadi tujuan feminis adalah 

keseimbangan, interelasi gender. Dalam pengertian yang luas, feminis 

adalah gerakan kaum wanita untuk menolak segala sesuatu yang 

dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan 

dominan, baik dalam politik dan ekonomi maupun kehidupan sosial pada 

umumnya (Ratna, 184). 11

Dari ungkapkan teori diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan 

feminisme dilakukan untuk mencari keseimbangan gender. Gerakan feminisme 

adalah gerakan pembebasan perempuan dari rasisme, stereotyping, seksisme, 

penindasan perempuan, dan phalogosentrisme.

Keseimbangan gender adalah untuk mensejajarkan posisi maskulin dan 

feminin dalam konteks satu budaya tertentu. Hal ini dikarenakan, dalam satu 

budaya tertentu feminine sering dianggap inferior, tidak mandiri dan hanya 

menjadi subjek. Untuk itu feminisme bisa juga dikatakan sebagai gerakan untuk 

memperjuangkan kaum perempuan menjadi mandiri. 

Karena gerakan feminisme ini merupakan sebuah ideologi yang bertujuan 

untuk menciptakan dunia bagi kaum perempuan untuk mencapai kesetaraan 

sosial, feminisme berkembang menjadi beberapa bagian seperti feminisme liberal, 

feminisme radikal, feminisme anarkis, feminisme sosialis, feminisme 

postkolonial, feminisme postmodern, feminisme sosialis. Pembahasan mengenai

Feminisme Liberal akan dibahas pada penelitian ini, dengan tujuan adanya 

pembahasan Feminisme Liberal yang lebih terfokus mengingat aliran Feminisme 

ini adalah konsep yang akan dianalisis yang tersirat pada karakter Isabelle dan 

Ella Turner.

2.1.3 Feminisme Liberal

Feminisme liberal adalah salah satu bentuk feminisme yang mengusung 

adanya persamaan hak untuk perempuan dapat diterima melalui cara yang sah dan 

perbaikan perbaikan dalam bidang sosial, dan berpandangan bahwa penerapan 

hak-hak wanita akan dapat terealisasi jika perempuan disejajarkan dengan laki-12

laki. Hal tersebut seiring dengan beberapa sumber teori mengenai feminisme 

liberal;

Apa yang disebut sebagai feminisme liberal ialah pandangan untuk 

menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh dan individual. 

Aliran ini menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas 

dan pemisahan antara dunia pribadi dan umum. Setiap manusia mempunyai

kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasionl, terutama pada perempuan, 

akar ketertindasan dan keterbelakangan pada perempuan ialah karena disebabkan 

oleh kesalahan perempuan itu sendiri. Perempuan harus mempersiapkan diri agar 

mereka bisa bersaing di dunia dalam kerangka persaingan bebas dan punya 

kedudukan setara dengan laki-laki. 

Selain itu pendapat tersebut diatas, sejalan dengan apa yang dipaparkan 

oleh Tong (2006:18) bahwa:

Tujuan umum dari feminisme liberal adalah untuk menciptakan 

“masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang”. Hanya 

dalam masyarakat seperti itu, perempuan dan juga laki-laki dapat 

mengembangkan diri. 

Feminisme liberal berpandangan bahwa kaum perempuan harus 

mempersiapkan dirinya untuk dapat mensejajarkan kedudukannya dengan lakilaki dengan cara mengambil berbagai kesempatan yang menguntungkan serta 

mengenyam pendidikan, mengingat bahwa perempuan adalah mahluk yang 

rasional dan bisa berpikir seperti laki-laki.

Feminisme liberal menginginkan kebebasan untuk kaum perempuan dari 

opresi, patriarkal, dan gender. Aliran ini juga mencakup 2 bentuk pemikiran 

politik yaitu Clasiccal Liberalism dan Welfare Liberalism; Classical Liberalism13

percaya bahwa idealnya, negara harus menjaga kebebasan rakyatnya, dan juga 

memberi kesempatan kepada individu-individu untuk menentukan 

kepemilikannya. Disisi lain, Welfare Liberalism, percaya bahwa Negara harus 

fokus akan keadilan ekonomi daripada kemudahan-kemudahan untuk kebebasan 

sipil. Mereka menganggap program pemerintah seperti keamanan sosial dan 

kebebasan sekolah sebagai cara untuk mengurangi ketidakadilan dalam masyrakat 

sosial. Baik classical maupun Welfare Liberalism percaya bahwa campur tangan 

pemerintah dalam kehidupan pribadi mereka tidaklah dibutuhkan. (Tong: 2006).

Feminisme liberal juga menciptakan dan mendukung perundangaundangan yang menghapuskan halangan-halangan pada perempuan untuk maju. 

Perundang-undangan ini memperjuangkan kesempatan dan hak untuk perempuan, 

termasuk akses yang mudah dan setaranya upah yang diterima oleh perempuan 

dengan laki- laki.

Perkembangan gerakan feminisme liberal sendiri terbagi menjadi 3 tahap 

yaitu:

1. Perkembangan feminisme pada abad 18. Pada abad 18 gerakan feminisme 

liberal menyuarakan pendidikan yang sama untuk perempuan. Karena 

lahirnya gerakan feminisme liberal ini berawal dari anggapan nalar lakilaki dan perempuan memiliki kapasitas yang berbeda maka kaum 

feminisme liberal mengusung pendidikan sebagai jalan untuk 

menyetarakan kemampuan nalar laki-laki dengan perempuan, selain itu 

melalui pendidikan juga perempuan dapat menyetarakan posisinya 

dimasyarakat agar tidak dipandang sebelah mata dan ditindas lagi. Selain 14

itu hak pendidikan bagi perempuan juga dilator belakangi oleh kritikan 

Wollstonecraft terhadap Email sebuah novel karya Jean Jackques Rosseau 

yang membedakan pendidikan bagi laki-laki dan perempuan. Dalam novel 

tersebut diceritakan bahwa pendidikan yang diterima oleh laki-laki lebih 

menekankan pada hal-hal yang rasional dan ilmu-ilmu yang mempelajari 

ilmu alamiah, sosial dan humaniora karena nantinya akan menjadi seorang 

kepala keluarga, sedangkan pendidikan yang diterima oleh perempuan 

lebih menekan pada emosional atau ilmu-ilmu seperti pusisi dan seni 

karena nantinya perempuan akan menjadi seorang istri yang pengertian, 

perhatian dan keibuan. Dari hal tersebut maka feminisme liberal 

menyuarakan jalan keluar sebuah pendidikan yang setara dengan laki-laki 

dengan cara mengajarkan hal-hal yang rasionalitas sehingga perempuan 

juga dapat menajdi mahluk yang mandiri (Tong; 2006).

2. Perkembangan feminisme liberal pada abad 19. Pada abad ini kaum 

feminisme liberal menyuarakan hak hak sipil yang harus diterima oleh 

kaum perempuan dan kesempatan Ekonomi bagi perempuan. Kaum 

feminisme liberal memiliki pendapat bahwa pendidikan saja tidak cukup 

untuk mencapai kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Untuk itu, 

harus ada kesempatan ekonomi yang harus diberikan pada perempuan agar 

kesetaraan dapat dicapai. Kesempatan untuk berperan dalam ekonomi dan 

dijamin hak-hak sipil bagi perempuan diantara hak untuk berorganisasi, 

hak untuk kebebasan berpendapat, hak untuk memih dan hak milik pribadi. 

(Tong; 2006).15

3. Perkembangan feminisme liberal abad 20. Pada abad ini perkembangan 

feminisme liberal ditandai dengan lahirnya gerakan atau organisasi yang 

menyurakan hak-hak perempuan, seperti NOW (National Organization for 

Women). Organisasi ini juga tidak lain bertujuan menyarakan agar 

perempuan dapat memiliki hak atau kesempatan pendidikan dan ekonomi 

agar dapat setara dengan laki-laki. (Tong; 2006).

Selain itu, pada masa perkembangannya, feminisme liberal juga diiringi 

oleh perkembangan terbitnya buku-buku yang menyuarakan hak-hak perempuan. 

Seperti the Feminine Mysitique dan the Second Stage.

2.1.4 Feminisme dan Sastra 

Karena yang menjadi bahan analisis adalah sebuah novel yang 

merepresentasikan feminisme maka sudah sepatutnya jika penulis memaparkan 

perkembangan atau peran gerakan feminisme dalam kesusastraan terutama yang 

tertuang dalam novel. Di dunia sastra Barat memang terjadi pengklasifikasian 

antara laki-laki dan perempuan dalam bidang kesusastraan. Hal ini menyangkut 

peran laki-laki yang lebih dominan dan menganggap perempuan sebagai objek. 

Tokoh yang sangat terkenal dalam perkembangan gerakan feminisme dalam 

bidang kesusastraan adalah Elaine Showalter. Ia adalah yang memperkenalkan 

ginokritik. Definisi ginokritik sendiri adalah sebuah kajian yang menjelaskan 

mengenai gambaran karya sastra yang membahas perbedaan hasil penulisan lakilaki dengan perempuan. Seperti yang diungkapkan oleh Showalter dalam 

Contemporary Literary Criticsm karya Robert Con Davis (1994) bahwa kajian 

ginokritik memang menawarkan banyak keuntungan. Ginokritik mengarah pada 16

perhatian bahwa perempuan memang berperan dalam sebuah pembuatan karya 

sastra. Baik itu sebagai pengarang ataupun pembaca, dimana ketika sebuah karya 

sastra ditulis oleh perempuan maka akan menimbulkan kesan tertentu dan 

menunjukkan bahwa memang perempuan memang ada dalam karya sastra. 

Ginokritik juga memaparkan hubungan perempuan dengan teks-teks yang dibuat 

oleh pengarang perempuan, hubungan tulisan perempuan dengan tubuh 

perempuan, tulisan perempuan dengan bahasa perempuan, tulisan perempuan 

dengan psikis perempuan dan hubungan perempuan dengan budaya perempuan. 

Pergerakan feminisme yang merambat ke dunia sastra juga memiliki 

hubungan dengan peran feminisme dalam diri pengarang dan peran feminisme 

yang dapat tercermin dalam sebuah tokoh cerita. Cerminan feminisme dalam 

sebuah tokoh cerita dapat terlihat ketika seorang tokoh cerita mengalami 

pergerakan untuk berubah dan berjuang untuk pembebasan dirinya dari 

ketertindasan dan perjuangan untuk mendapatkan kesetaraan hak yang adil sama 

seperti yang dimiliki oleh laki-laki.

2.2 Interaksi Sosial

Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu atau lebih, di mana 

kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki 

kelakuan individu yang lain atau sebaliknya (H.Bonner dalam Abu Ahmadai; 

2007, 49). Kehidupan manusia dalam masyarakat mempunyai dua macam fungsi 

yaitu sebagai objek dan subjek. Jika manusia hanya sebagai objek semata-mata 

maka hidupnya tidak mungkin lebih tinggi daripada kehidupan benda-benda mati 17

sehigga kehidupa manusia tidak akan mungkin timbul kemajuan. Sebaliknya jika 

manusia sebagai subjek semata-mata, maka ia tidak mungkin bisa hidup 

bermasyarakat, sebab pergaulan baru bisa saja terjadi apabila ada give and take

dan masing-masing anggota masyarakat itu. Intinya hidup individu dan 

masyarakat tidak dapat dipisahkan dan selalu berinteraksi antara yang satu dengan 

yang lain. 

Faktor-faktor yang mendasari berlangsungnya interaksi sosial adalah 

faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Dalam penelitian ini faktor yang 

terlihat jelas adalah faktor imitasi. Faktor imitasi adalah seseorang meniru orang 

lain mulai dari sikap, perilaku, gaya, cara berfikir, penampilan, keterampilan, 

kemampuan dan lain-lain.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan